test banner Selamat Datang Di Website Kami, Selamat Membaca

“Dekat Kantor Polisi, Pertalite Disedot Pelangsir: Negara Dirampok Tengah Malam”

Padang | Indikasi kejahatan distribusi bahan bakar bersubsidi kembali menyeruak di Kota Padang. Sejumlah aktivitas mencurigakan di SPBU 14-251-522 Marapalam menunjukkan pola pengambilan Pertalite dalam jumlah besar menggunakan mobil pribadi, diduga untuk kepentingan penimbunan dan penjualan ulang. Aksi berlangsung pada jam-jam sepi dan dilakukan berulang, sehingga mengarah pada dugaan jaringan mafia BBM bersubsidi yang bekerja terencana.

Pada Kamis, 18 Desember 2025 sekitar pukul 00.55 WIB, awak media mendokumentasikan sebuah mobil Kijang biru muda terparkir lama di dispenser Pertalite. Pengisian diduga memakan waktu hampir satu jam—durasi yang tidak lazim untuk sekadar tangki kendaraan. Sumber di lapangan menyebut di dalam kabin mobil tersimpan “jeriken-jeriken kosong” yang siap diisi.

Selama proses perekaman gambar, seorang pria berjaket terlihat mengawasi kendaraan awak media sambil menengok ke kiri dan kanan. Gestur itu identik dengan pola pengamanan informal—seolah sedang memastikan tidak ada pihak yang mengganggu operasi. Tak lama kemudian, pria tersebut berpindah ke mobil lain yang juga tengah mengisi Pertalite. Rangkaian tindakan itu memperkuat dugaan adanya modus rotasi kendaraan dan “pemetik” BBM untuk pengalihan distribusi.

Keterangan warga sekitar turut mengafirmasi fenomena tersebut. Seorang saksi yang memperkenalkan diri sebagai David mengatakan mobil yang sama kerap muncul setiap dini hari. “Sudah sering bang, hampir tiap malam ada mobil itu. Isinya lama sekali,” ujarnya. Pengakuan ini membuka dugaan periode operasi yang bukan harian, melainkan berlangsung mingguan dan konsisten.

Jika dugaan ini benar, aktivitas tersebut telah memasuki ranah pidana. Pasal 55 Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi menegaskan bahwa setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga BBM bersubsidi dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun dan denda maksimal Rp60 miliar. Ketentuan ini diperkuat dengan Perpres Nomor 191 Tahun 2014 yang mengatur peruntukan BBM bersubsidi hanya bagi konsumen tertentu dengan pembatasan ketat.

Selain itu, pola yang mengarah pada penimbunan untuk mencari keuntungan ekonomi dapat menjerat pelaku melalui Pasal 29 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, yang melarang penimbunan barang kebutuhan masyarakat untuk memperoleh keuntungan. Ancaman pidananya mencapai penjara 5 tahun dan denda Rp50 miliar.

Di sisi lain, SPBU sebagai badan usaha penyalur BBM milik Pertamina tidak dapat berlindung di balik dalih ketidaktahuan. Penyimpangan distribusi subsidi merupakan pelanggaran kontraktual dengan Pertamina yang dapat berujung pencabutan izin operasional, sanksi administratif, hingga pemutusan hubungan usaha. Dengan kata lain, SPBU wajib mengontrol pola pembelian, transaksi berulang, identitas kendaraan, hingga potensi kolusi di lapangan.

Kegiatan pelangsiran seperti ini memiliki dampak sosial langsung. Warga yang membutuhkan Pertalite untuk transportasi harian sering menemui stok menipis pada siang hari. Harga eceran “di luar sistem” diduga melonjak karena permainan para penimbun. Subsidi negara yang seharusnya menyelamatkan daya beli rakyat justru mengalir ke kantong para pelaku ilegal.

Sementara itu, unsur penegakan hukum menjadi sorotan. Kejahatan penyimpangan migas merupakan lex specialis yang dapat diusut oleh polisi pada level manapun. Namun, hingga berita ini dinaikkan, belum terlihat tindakan konkret berupa penyisiran, operasi SPBU, atau penetapan tersangka. Publik pun bertanya: apakah minimnya tindakan berarti minimnya informasi—atau ada ruang abu-abu yang membuat pelanggaran berulang?

Praktik-praktik semacam ini bukan sekadar pelanggaran administratif, melainkan kejahatan ekonomi yang merugikan fiskal negara. Jika sanksi pidana hingga miliaran rupiah telah disediakan oleh undang-undang, masyarakat layak berharap penegakan hukum tidak berhenti pada observasi.

Hingga laporan ini diterbitkan, pihak kepolisian maupun manajemen SPBU belum memberikan keterangan resmi. Sementara aktivitas dini hari terus berlangsung, publik masih menunggu: apakah negara akan hadir, atau Pertalite subsidi akan terus berubah menjadi komoditas gelap di tangan segelintir orang?


Catatan Redaksi:
Media memberi ruang kepada aparat penegak hukum, Pertamina, maupun pengelola SPBU untuk memberikan klarifikasi resmi. Setiap temuan lapangan akan diperbarui demi memastikan publik mendapat informasi yang jujur, adil, dan tidak sekadar menjadi penonton dari pelanggaran yang merugikan banyak orang.

Tim

Subscribe to receive free email updates: