PASAMAN BARAT, SUMATERA BARAT | Duka mendalam masih menyelimuti Kabupaten Pasaman Barat. Banjir bandang dan longsor yang belum lama terjadi telah merenggut korban jiwa, menghancurkan rumah warga, serta meluluhlantakkan lahan pertanian. Namun di tengah suasana berkabung tersebut, publik kembali dikejutkan oleh munculnya aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI).Berdasarkan pemantauan awak media serta keterangan masyarakat, sejumlah alat berat jenis ekskavator diduga kembali beroperasi di beberapa titik rawan PETI. Aktivitas ini dinilai berlangsung relatif terbuka dan masif, bahkan di wilayah yang sebelumnya terdampak langsung bencana.
Ironisnya, kondisi tersebut terjadi di bawah kepemimpinan Kapolres Pasaman Barat, AKBP Agung Tribawanto, yang secara struktural bertanggung jawab atas penegakan hukum dan keamanan wilayah.Deru Ekskavator di Tengah Trauma Warga
Bagi masyarakat, kembalinya PETI merupakan luka lama yang kembali terbuka. Saat warga masih berjuang membersihkan lumpur, memulihkan kehidupan, dan mengenang anggota keluarga yang menjadi korban bencana, alam kembali dikeruk demi emas.
“Kami belum pulih dari bencana. Tapi alat berat sudah masuk lagi. Seolah nyawa manusia tidak ada nilainya,” ujar seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Kondisi ini menimbulkan kegelisahan serius di tengah masyarakat yang masih trauma terhadap ancaman longsor dan banjir susulan.
Kapolres Pasbar dalam Sorotan Publik
Publik mempertanyakan bagaimana mungkin aktivitas PETI berskala besar dapat kembali berjalan tanpa terdeteksi atau ditindak. Ekskavator bukan alat kecil yang mudah disembunyikan. Jalur distribusi, suara mesin, hingga dampak kerusakan lingkungan terlihat jelas.
Karena itu, nama Kapolres Pasaman Barat AKBP Agung Tribawanto menjadi titik sorotan utama. Masyarakat menilai mustahil aparat penegak hukum di tingkat kabupaten tidak mengetahui aktivitas tersebut.
Ketika aktivitas ilegal terus berlangsung tanpa tindakan tegas yang dirasakan publik, persepsi pembiaran pun menguat, sekaligus memicu krisis kepercayaan terhadap penegakan hukum.PETI dan Bencana: Hubungan yang Tak Terbantahkan
Berbagai pengalaman lapangan menunjukkan bahwa PETI berkontribusi signifikan terhadap kerusakan daerah aliran sungai, pendangkalan sungai, serta melemahnya struktur tanah perbukitan. Kondisi inilah yang diyakini memperparah dampak banjir dan longsor di Pasaman Barat.Namun alih-alih dihentikan total pascabencana, PETI justru kembali beroperasi, memunculkan pertanyaan besar:
apakah keselamatan rakyat telah dikalahkan oleh kepentingan ekonomi segelintir pihak?
Undang-Undang yang Diduga Dilanggar
Secara hukum, aktivitas PETI merupakan tindak pidana serius dengan ancaman berat:
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
Pasal 158:
Penambangan tanpa izin diancam pidana penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Perusakan lingkungan yang menimbulkan dampak serius dapat dikenai pidana penjara hingga 10 tahun serta denda miliaran rupiah.
Dalam konteks tertentu, pihak yang melakukan pembiaran atau penyalahgunaan kewenangan juga dapat dimintai pertanggungjawaban hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan ancaman hukum seberat itu, publik mempertanyakan ketegasan penegakan hukum di Pasaman Barat.
Isu Koordinasi dan Kepercayaan Publik
Di tengah kekecewaan warga, berkembang dugaan adanya praktik koordinasi dan pengamanan terhadap aktivitas PETI. Dugaan ini masih memerlukan pembuktian hukum, namun minimnya penindakan nyata di lapangan membuat kepercayaan publik terus menurun.
Masyarakat kini menunggu langkah konkret Kapolres Pasaman Barat untuk membuktikan bahwa hukum tidak tunduk pada uang dan keselamatan rakyat adalah prioritas utama.
Menunggu Klarifikasi Resmi
Hingga berita ini dipublikasikan, awak media masih membuka ruang dan terus berupaya memperoleh konfirmasi serta klarifikasi resmi dari: Kapolres Pasaman Barat AKBP Agung Tribawanto, serta instansi berwenang lainnya, terkait dugaan kembalinya aktivitas PETI dan langkah penegakan hukum yang dilakukan pascabencana.
Catatan Redaksi
Berita ini disusun berdasarkan pemantauan lapangan dan informasi masyarakat. Seluruh dugaan disampaikan sebagai kontrol sosial dalam kepentingan publik, bukan untuk menghakimi.
Redaksi dan awak media secara terbuka menyediakan ruang konfirmasi, klarifikasi, dan hak jawab bagi Kapolres Pasaman Barat serta seluruh pihak berwenang, sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
TIM